Abstract:
Siti Aisyah (12004055). Analisis Perjanjian dengan Sistem Emplong di
Desa Sungai Rengas Berdasarkan Katagori Hukum Akad Pasal 26-28 dan
Penafsiran Akad Pasal 48-55 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, 2024.
Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui: 1) Bagaimana proses awal hingga
disepakatinya perjanjian anatara pemilik dan penggarap lahan dengan sistem
emplong di Desa Sungai Rengas. 2) Bagaimana ketentuan perjanjian dengan sistem
emplong menurut Pasal 26-28 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang katagori
akad. 3) Bagaimana menafsirkan perjanjian dengan sistem emplong menurut Pasal
48-55 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang penafsiran akad.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan
atau empiris, dalam teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan
dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui empat tahapan
yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan, penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Proses awal hingga disepakatinya
perjanjian antara pemilik dan penggarap lahan dengan sistem emplong atau bagi
hasil biasanya melalui beberapa tahapan sebagai berikut: Pendekatan Awal:
Pemilik lahan (dalam hal ini orang yang memiliki tanah) dan penggarap (orang
yang akan mengelola tanah) memulai komunikasi. Negosiasi Syarat-syarat
Perjanjian: Pada tahap ini, kedua belah pihak melakukan pembicaraan untuk
menentukan persyaratan bagi hasil, seperti besar bagian hasil yang akan diterima
oleh masing-masing pihak (misalnya, 50% untuk pemilik lahan dan 50% untuk
penggarap). 2) Pasal 26 KHES Pasal ini mengatur tentang pengertian dari akad
sewa-menyewa (ijarah) dalam konteks hukum ekonomi syariah. Dalam hal ini,
"gori" dalam istilah syariah merujuk pada objek atau barang yang disewa dan
dipergunakan oleh penyewa sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam
akad. Pasal 27 Secara umum, Pasal 27 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
memberikan dasar bagi setiap transaksi agar memenuhi syarat dan rukun yang sah
dalam Islam. 3) Pada pasal 48 disebutkan: “Pelaksanaan akad atau hasil akhir akad
harus sesuai dengan maksud dan tujuan akad, bukan hanya pada kata dan kalimat”.
Maksud dari pasal ini adalah, pelaksanaan akad yang telah disepakati didasari untuk
mencapai maksud dan tujuan kenapa akad tersebut disepakati (عوضوم دقعلا), hal ini
memberi pengertian bahwa sebuah akad dilaksanakan tidak hanya serta merta
karena ada kontrak yang mengikat, melainkan berdasarkan asas iktikad baik juga
untuk memenuhi apa yang telah menjadi kewajiban antar pihak guna mencapai
tujuan yang diinginkan sebaik-baiknya.