Abstract:
Adinda Annisa Nur Tasya (12112069). Kajian‘urf terhadap sawer pengantin
pada perkawinan masyarakat Sunda di Pontianak, Fakultas Syariah Program
Studi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah) Institut Agama Islam Negeri
Pontianak, 2025.
Tradisi sawer pengantin merupakan salah satu warisan budaya masyarakat
Sunda yang masih dilestarikan oleh masyarakat Sunda di Pontianak. Praktik ini
dilakukan sebagai bentuk ungkapan syukur dan doa restu kepada pasangan
pengantin, dengan menaburkan beras, uang, dan permen serta diiringi pantun
dan doa. Namun, pelaksanaan tradisi ini menimbulkan pertanyaan terkait
kesesuaiannya dengan nilai-nilai syariat Islam. Beberapa elemen simbolik
dalam saweran, seperti penggunaan benda-benda tertentu dan interaksi antar
lawan jenis yang bukan mahram, dinilai berpotensi menyimpang dari norma
agama. Di sisi lain, tradisi ini tetap dijalankan karena telah menjadi kebiasaan
yang diterima secara luas oleh masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji tradisi sawer pengantin dari perspektif ‘urf dalam
hukum Islam, dan bagaimana pelaksanaan tradisi sawerannya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian
empiris yang dikaji melalui pendekatan hukum Islam secara sosiologis.
Penelitian dilakukan melalui studi lapangan (field research). Teknik
pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, wawancara, dan
dokumentasi guna memperoleh informasi deskriptif berupa kata-kata, kalimat,
maupun gambar. Data ini dianalisis menggunakan tahapan reduksi data,
verifikasi data dan penarikan kesimpulan.
Tradisi ini dilakukan dalam rangkaian pasca-akad nikah, dan memuat
simbol-simbol seperti beras, uang logam, permen, serta payung agung yang
menggambarkan harapan akan kehidupan rumah tangga yang sejahtera,
harmonis, dan dalam lindungan Allah SWT. Praktik ini memiliki dimensi
spiritual dan budaya yang kuat, serta dilestarikan sebagai warisan leluhur.
Berdasarkan kajian ‘urf dalam hukum Islam, tradisi ini dapat dikategorikan
sebagai‘urf shahih karena mengandung nilai positif dan tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariat. Meski demikian, ditemukan potensi
kemudharatan seperti interaksi fisik yang melampaui batas syar’i saat
pengambilan saweran, serta risiko pemaknaan simbol yang menyimpang dari
nilai tauhid. Oleh karena itu, penyesuaian dalam pelaksanaannya penting agar
nilai budaya tetap terjaga tanpa melanggar norma agama.