Abstract:
WILDAN AZIZ (11824073). Mahar Perkawinan dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi Perbandingan antara Pendapat Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah), Prodi Hukum
Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, 2025.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengertian mahar dan hukumnya dalam Islam
dan juga perspektif mahar menurut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah.
Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk memeperoleh data yaitu penelitian
kualitatif dengan jenis riset kepustakaan (library research) jenis penelitian ini menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu
data primer dan data sekunder serta menggunakan teknik pengumpulan data, pengolahan data
dan analisis data.
Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa; 1) Mahar dalam
perkawinan adalah memberikan perhatian dan penghormatan terhadap posisi wanita. Mahar
adalah sesuatu pemberian seperti pakaian, perhiasan, perkakas rumah tangga atau lainnya, dan
sesuatu kesanggupan, Dasar adanya mahar dalam hukum islam dapat dipahami dari al-Qur’an
dan hadits. Hukum mahar dalam islam, harus memberikan mahar asli dengan kerelaan atas
apapun yang menjadi maskawin saat melaksanakan pernikahan; 2) Mahar menurut Imam
Syafi’i adalah sesuatu yang diwajibkan sebab pernikahan atau persetubuhan. Mahar bukanlah
rukun dalam perkawinan tetapi hanya syarat dalam perkawinan saja, yang seandainya tidak
diucapkan dalam akad tidak akan membatalkan pernikahan. Sedangkan Mahar menurut Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa mahar adalah kewajiban tambahan dalam akad nikah, sama
statusnya dengan nafkah, Imam al-Syafi’i adalah tidak ada batasan minimal khusus, apapun
yang mempunyai nilai atau harga dan dapat bermanfaat maka diperbolehkan untuk dijadikan
sebagai mahar. Dalam Mazhab Hanafi mahar merupakan setiap harta yang memiliki harga serta
diketahui keadaannya untuk mampu diserahkan, Imam Abu Hanifah memberikan batasan
minimal menentukan yaitu sebesar 10 dirham. Dalam persamaannya, mereka memiliki
kesamaan mengenai batasan maksimal untuk kadar mahar.