MAHAR PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Show simple item record

dc.contributor.advisor Luqman, Luqman
dc.contributor.advisor Wibowo, Arif
dc.contributor.advisor Marluwi, Marluwi
dc.contributor.advisor Nadhiyyah, Husnun
dc.contributor.author Aziz, Wildan
dc.date.accessioned 2025-09-02T06:53:46Z
dc.date.available 2025-09-02T06:53:46Z
dc.date.issued 2025-09-01
dc.identifier.citation APA (American Psychological Association) en_US
dc.identifier.uri https://digilib.iainptk.ac.id/xmlui/handle/123456789/7585
dc.description.abstract WILDAN AZIZ (11824073). Mahar Perkawinan dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Perbandingan antara Pendapat Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah), Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, 2025. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengertian mahar dan hukumnya dalam Islam dan juga perspektif mahar menurut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah. Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk memeperoleh data yaitu penelitian kualitatif dengan jenis riset kepustakaan (library research) jenis penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder serta menggunakan teknik pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa; 1) Mahar dalam perkawinan adalah memberikan perhatian dan penghormatan terhadap posisi wanita. Mahar adalah sesuatu pemberian seperti pakaian, perhiasan, perkakas rumah tangga atau lainnya, dan sesuatu kesanggupan, Dasar adanya mahar dalam hukum islam dapat dipahami dari al-Qur’an dan hadits. Hukum mahar dalam islam, harus memberikan mahar asli dengan kerelaan atas apapun yang menjadi maskawin saat melaksanakan pernikahan; 2) Mahar menurut Imam Syafi’i adalah sesuatu yang diwajibkan sebab pernikahan atau persetubuhan. Mahar bukanlah rukun dalam perkawinan tetapi hanya syarat dalam perkawinan saja, yang seandainya tidak diucapkan dalam akad tidak akan membatalkan pernikahan. Sedangkan Mahar menurut Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mahar adalah kewajiban tambahan dalam akad nikah, sama statusnya dengan nafkah, Imam al-Syafi’i adalah tidak ada batasan minimal khusus, apapun yang mempunyai nilai atau harga dan dapat bermanfaat maka diperbolehkan untuk dijadikan sebagai mahar. Dalam Mazhab Hanafi mahar merupakan setiap harta yang memiliki harga serta diketahui keadaannya untuk mampu diserahkan, Imam Abu Hanifah memberikan batasan minimal menentukan yaitu sebesar 10 dirham. Dalam persamaannya, mereka memiliki kesamaan mengenai batasan maksimal untuk kadar mahar. en_US
dc.language.iso id en_US
dc.publisher IAIN Pontianak en_US
dc.subject Mahar en_US
dc.subject Hukum Islam en_US
dc.subject Imam Syafi’i en_US
dc.subject Imam Abu Hanifah en_US
dc.title MAHAR PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM en_US
dc.title.alternative Studi Perbandingan Antara Pendapat Imam Syafii Dan Imam Abu Hanifah en_US
dc.type Skripsi en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search


Advanced Search

Browse

My Account