Abstract:
Putri Irda Adha (12112047). “Penetapan Uang Panai di Kalangan
Masyarakat Bugis Kecamatan Pontianak Timur,” Fakultas Syariah, Program Studi
Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyah), Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Pontianak, 2025.
Uang panai dalam tradisi pernikahan adat Bugis menimbulkan berbagai
permasalahan. Perbedaan pandangan tentang makna uang panai, nilai yang tinggi,
eksploitasi ekonomi, dan kontradiksi dengan nilai-nilai dalam pernikahan menjadi
sorotan utama. Hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji dan mencari solusi yang
berpihak pada tradisi tersebut.Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui
penetapan uang panai pada kalangan bangsawan Masyarakat Bugis di Kelurahan
Saigon Kecamatan Pontianak Timur; dan 2) untuk mengetahui penetapan uang
panai pada kalangan non-bangsawan Masyarakat Bugis di Kelurahan Saigon
Kecamatan Pontianak Timur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
lapangan yang bersifat deskriptif-analisis. Data primer diperoleh melalui
wawancara dan dokumentasi kepada tokoh budaya, tokoh agama, serta Masyarakat
Bugis dari kalangan bangsawan dan non-bangsawan. Data sekunder diperoleh dari
literatur seperti buku, artikel ilmiah, dan dokumen pendukung lainnya. Analisis data
dilakukan dengan menguraikan fakta yang ditemukan, kemudian dianalisis untuk
mendapatkan pemahaman mendalam tentang penetapan uang panai berdasarkan
status sosial dan pendidikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Masyarakat Bugis bangsawan
menetapkan uang panai berdasarkan status sosial, gelar kebangsawanan, serta
tingkat pendidikan, yang nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah sebagai simbol
kehormatan dan tanggung jawab sosial. 2) Masyarakat Bugis non-bangsawan
menetapkan uang panai secara lebih fleksibel, menyesuaikan kondisi ekonomi, dan
menekankan penghargaan terhadap pendidikan serta kesungguhan calon suami. 3)
Prinsip musyawarah yang digunakan dalam menetapkan uang panai berlaku pada
keduanya baik bangsawan maupun non-bangsawan, dengan tujuan mencapai
kesepakatan tanpa menimbulkan paksaan atau beban yang menjadi penghalang
keberlanjutan perkawinan.