Abstract:
Marlianti Syafira (12012080). Persepsi Masyarakat Tentang Poligami
Tanpa Izin Pengadilan di Desa Sengkubang Kecamatan Mempawah Hilir
Kabupaten Mempawah. Fakultas Syariah Program Studi Hukum Keluarga Islam
(Ahwal Syakhshiyyah) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, 2024.
Suami yang hendak berpoligami harus mengajukan permohonan izin ke
pengadilan Agama disertai dengan alasan dan syarat-syarat yang jelas yang telah
ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Namun, pada kenyataanya masih terdapat praktik poligami tanpa izin pengadilan,
contohnya di desa Sengkubang. Masalah ini diperburuk oleh rendahnya
pemahaman masyarakat tentang hukum yang mengatur poligami. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui: 1) keabsahan poligami tanpa izin pengadilan menurut
persepsi masyarakat desa Sengkubang; 2) konsep adil poligami tanpa izin
pengadilan menurut persepsi masyarakat desa Sengkubang; dan 3) status hukum
poligami tanpa izin pengadilan menurut persepsi masyarakat desa Sengkubang.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif dan jenis penelitian survei. Variabel yang diteliti adalah persepsi
masyarakat sebagai variabel tunggal. 1088 jiwa masyarakat desa Sengkubang
menjadi populasi dalam penelitian ini. Dalam pengambilan sampel peneliti
menggunakan teknik Proportionate Stratified Random Sampling, dan
menggunakan rumus Slovin diperoleh sebanyak 293 orang menjadi sampel. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner berisi 20 pernyataan
dengan skala 1-5, kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data telah
memenuhi syarat uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisa data pada penelitian
ini menggunakan statistik deskriptif dengan alat bantu Microsoft Excel 2016.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) mayoritas masyarakat desa
Sengkubang (54%) menilai bahwa poligami tanpa izin pengadilan adalah ilegal.
Kelompok usia muda (26-35 tahun) 66% responden paling banyak mendukung
pandangan ini. Meskipun sebagian besar mengakui aspek keagamaan poligami,
mereka lebih mementingkan legalitas formal. Perempuan cenderung lebih
menekankan pentingnya izin pengadilan dibandingkan laki-laki; 2) Mayoritas
masyarakat desa Sengkubang (55%) percaya bahwa keadilan dalam poligami hanya
bisa tercapai jika ada izin dari pengadilan. Kelompok usia muda (26-35 tahun)
paling setuju dengan pendapat ini. Meskipun sebagian besar responden
menekankan pentingnya pengawasan hukum untuk memastikan keadilan, bagi
semua pihak pria maupun wanita mengakui bahwa hukum Islam dan hukum positif
sama-sama penting dalam melindungi hak-hak istri dan anak; 3) Mayoritas
masyarakat desa Sengkubang (62%) menyatakan bahwa status hukum poligami
tanpa izin pengadilan adalah ilegal dan bertentangan dengan Undang-Undang.
Meskipun ada perbedaan pendapat berdasarkan usia dan gender, mayoritas
responden menekankan pentingnya izin resmi dari pengadilan untuk memastikan
pernikahan poligami sah secara hukum.