Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Penafsiran Imam Al-Qurṭubī
dan Wahbah Al-Zuhailī tentang musik (lahw al-hadīts) pada surat Luqmān (31) ayat
6 dalam tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’an dan tafsir Al-Munīr dan (2) Persamaan
dan perbedaan dari kedua mufasir.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif berupa library research atau
penelitian kepustakaan dengan mengunakan metode tafsir komparatif. Sumber data
primer berupa Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’an karya Imam Al-Qurṭubī, dan
Tafsir Al-Munīr karya Wahbah Al-Zuhailī. Adapun sumber data sekunder berupa
buku, jurnal, serta yang berkaitan dengan masalah yang peneliti tulis.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini menyimpulkan bahwa: (1)
lahw al-hadīś menurut Al-Qurṭubī adalah musik, nyanyian, dan hal batil
semacamnya. Sementara Al-Zuhailī menafsirkannya lebih rinci lagi yang dikemas
dengan bahasa kontemporer, lahw al-hadīts menurut Al-Zuhailī selain bermakna
musik, nyanyian, juga ditafsirkan sebagai hikayat, dongeng, legenda, mitos, lelucon
serta pembicaraan yang tidak ada gunanya. (2) Persamaan lahw al-hadīś menurut
kedua mufasir adalah musik, nyanyian dan hal batil semacamnya. Kedua mufasir juga
menggunakan QS. Luqmān ayat 6 sebagai dalil atas larangan musik. Sebab turunnya
QS. Luqmān ayat 6 diangkat dari cerita Nadhr bin Harīts. Kedua mufasir tersebut
menukil hadis tentang larangan musik. Dari segi hukum lahw al-hadīś khusunya pada
makna musik, kedua mufasir mengharamkan musik yang membawa pada perbuatan
keji, dan membolehkan musik yang bernilai positif. Membolehkan alat musik pada
saat pernikahan. Adapun perbedaannya, Al-Qurṭubī menafsirkan lahw al-hadīś hanya
bermakna musik atau nyanyian sementara Al-Zuhailī menafsirkannya lebih rinci.