Abstract:
Meskipun lembaga konsitusi negara Indonesia telah menjunjung tinggi akan persamaan
hak asasi manusia dan keadilan bagi seluruh rakyat, namun disayangkan kenyataan masih saja
terjadi tindak kekerasan dalam dunia pendidikan. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia masih
sangat jauh dalam dunia pendidikam. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ikut serta dalam
memperbaiki dan menghapus tindakkan penindasan dan keadilan bagi seluruh rakyat dengan
menerbitkan buku teks Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti sebagai acuan peserta didik
dan guru. Buku teks pelajaran tersebut dibuat berorientasikan pada kurikulum 2013. Penelitian
ini dilakukan bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis simbol-simbol kekerasan pada isi
buku teks pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA/SMK/MA/MAK kelas X
dengan fokus penelitian 1) Mekanisme penyampain simbol kekerasan dalam buku PAI dan
Budi Pekerti kelas X SMA/SMK/MA/MAK terbitan kementrian pendidikan dan kebudayaan
Republik Indonesia tahun ajaran 2017/2018. 2) Mekanisme penyampai simbol kekerasan
dalam buku PAI dan Budi Pekerti kelas X SMA/SMK/MA/MAK terbitan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan dan
Perbukuan Pusat Kurikulum dan Perbukuan tahun 2020/2021.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan/library research, yaitu data-data yang
mendukung penelitian ini berasal dari sumber pustaka. Dalam menghimpun data, penelitian ini
mendapatkan dari dua macam sumber, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Penelitian
bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan sistem-sistem kekerasan
kemudian digunakan untuk menganalisis isi buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Ikhtisar dari dari penelitian ini ialah, bahwa beberapa point dalam materi pembelajaran
ternyata masih ditemukan kata dan tulisan yang memuat makna tentang kekerasan. Setiap bab
dalam meteri pelajaran masih menunjukkan keberadaan kelas-kelas sosial. Pendidikan yang
diharapkan dapat memberikan peran dalam perlindungan hak asasi maunsia dan memberikan
harapan angin segar akan sebuah makna tentang keadilan untuk seluruh lapisan masyarakat
ternyata justru menjadi pembunuhan karakter dan penghancur hak-hak peserta didik sejak dini.