Abstract:
Setiap daerah memiliki ciri khas atau budaya yang berbeda saat
melangsungkan perkawinan, salah satunya di Kabupaten Kapuas Hulu sebelum
akad nikah dilaksanakan, ada tradisi antaran yang dilaksanakan sebelum akad
nikah, biasanya lebih dikenal dengan Besurung/Antar-Antar/Antaran. 12 jenis
barang yang diserahkan dalam prosesi antaran yang dimana hal ini telah ditetapkan
dan disahkan oleh Dewan Pemangku Adat Majelis Adat Budaya Melayu Kabupaten
Kapuas Hulu.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: 1) Proses pelaksanaan antaran
pada pernikahan adat Melayu Kabupaten Kapuas Hulu dan 2) Analisis ‘urf
terhadap pelaksanaan antaran pada pernikahan adat Melayu Kabupaten Kapuas
Hulu.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research), observasi dan wawancara, dengan metode penelitian kualitatif. Dalam
penelitian, sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu wawancara.
Informan dalam penelitian ini terdiri dari dua orang dari tokoh adat, satu orang
tokoh masyarakat, satu orang tokoh agama dan satu orang pelaku pelaksanaan
antaran. Sedangkan data sekunder berupa buku yang berkaitan dengan judul skripsi
yang diteliti. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan dokumentasi. Teknik
analisis data yaitu reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan. Kemudian,
data tersebut diuji keabsahannya dengan melakukan triangulasi sumber.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 1) pelaksanaan barang antaran
diawali dengan meusyawarah dan mufakat kedua belah pihak dalam menentukan
barang yang akan diserahkan. Jenis barang antaran terdiri dari Tepa’ Sirih, Kepala
Adat, Pesalin Dara, Pesalin Orang Tua Laki-Laki dan Perempuan, Pelangkah
Batang, Tutup Uban, Barang Pembawaan, Barang Pengiring, Bunga Rampai, Air
Serbat dan Tempayan Kapat. Dan dalam proses pelaksanaan serah dan terima
barang antaran diwakilkan oleh juru bicara yaitu para tokoh adat setempat untuk
menjelaskan dan menyerahkan barang tersebut. 2) Analisis konsep ‘urf pada tradisi
ini termasuk ‘urf shahih, karena tradisi ini tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Dengan demikian tradisi ini masih memiliki dampak positif dalam pelaksanaannya.
Serta tradisi ini sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada orang tua
dari calon mempelai perempuan. Maka dari itu hukumnya mubah untuk
dilaksanakan.