Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Proses pelaksanaan
mediasi pada perkara perceraian beda agama di Pengadilan Agama Pontianak
Kelas I-A; 2) Metode yang digunakan oleh Mediator pada proses pelaksanaan
mediasi perkara perceraian beda agama di Pengadilan Agama Pontianak Kelas IA; dan 3) Faktor penghambat pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian perkara
perceraian beda agama di Pengadilan Agama Pontianak Kelas I-A.
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif,
yaitu penelitian lapangan dan jenis penelitian hukum yuridis empiris. Penelitian
ini dilakukan dengan mendeskripsikan hasil dari penelitian yang terjadi secara
alami di lapangan, selain itu lebih mengarah pada deskripsi atau kata-kata, bukan
angka atau numerik. Sumber data pada penelitian ini menggunakan data primer
yang berupa wawancara Mediator Hakim dan Mediator non-Hakim di
Pengadilan Agama Pontianak Kelas I-A. Adapun data sekunder yang digunakan
ialah buku, publikasi pemerintah dan beberapa penelitian. Teknik pengumpulan
data penelitian ini adalah wawancara dan dokumentasi. Pada teknik analisis data
yang peneliti gunakan ialah reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pada
tahap akhir, data yang telah terkumpul, kemudian diperiksa keabsahannya
melalui triangulasi waktu.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa proses pelaksanaan
mediasi perceraian di Pengadilan Agama Pontianak Kelas I-A secara keseluruhan
sudah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, meskipun pada prakteknya masih
terdapat beberapa hal yang kurang sesuai, yaitu terkait waktu. Mediasi dapat
dilaksanakan maksimal 30 (tiga puluh) hari kerja, tetapi harus dilaporkan dalam
waktu 2 (dua) minggu. Hal ini terjadi karena banyaknya perkara yang masuk dan
harus segera diselesaikan. Metode yang diterapkan oleh Mediator dalam mediasi
pihak berperkara menggunakan bahasa yang lembut agar tidak menyinggung,
karena perkara agama merupakan hal yang sensitif bagi sebagian orang. Tidak
hanya itu, Mediator juga memberikan nasihat-nasihat agama dan tidak
memaksakan kehendak, melainkan menghargai kesepakatan Para Pihak. Adapun
faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan mediasi perceraian beda
agama ialah perbedaan keyakinan antara kedua pihak, kehadiran Para Pihak yang
jarang atau bahkan tidak pernah hadir, terutama bagi pihak yang mengajukan
gugatan atau permohonan cerai bisa berdampak perkaranya tidak diterima dan
harus mendaftar lagi dengan nomor perkara yang baru.