Abstract:
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) wewenang nadzir perorangan
dalam mengelola tanah wakaf yang diperuntukkan pembangunan masjid Ar-
Raudhah di Kelurahan Bangka Belitung Laut Kecamatan Pontianak Tenggara
ditinjau dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2006; 2) wewenang yayasan Abdurrahman Saleh dalam
pengelola tanah wakaf yang diperuntukkan pembangunan masjid Ar-Raudhah di
Kelurahan Bangka Belitung Laut Kecamatan Pontianak Tenggara ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006; 3) penyebabkan terjadi perselisihan antara nadzir perorangan dan
yayasan Abdurrahman Saleh Pontianak dalam pengelolahan tanah wakaf
tersebut
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang
berjenis yuridis empiris dan pendekatan perundang-undangan (statute
Approach). Sumber data penelitian ini menggunakan sumber data primer yaitu
nadzir Ar-Raudhah saat ini, Panitia Pembangunan masjid, dan Kepala Kantor
Urusan Agama Pontianak Tenggara, Peraturan perundang-undangan berupa
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006, kemudian sumber data sekunder yang digunakan adalah buku,
jurnal, dan internet. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah
observasi, wawancara dan dokumentasi. Dan teknik analisis data yang
digunakan pada penelitian ini yaitu peneliti melakukan reduksi data, penyajian
data dan verifikasi/simpulan.
Hasil dari penelitian ini: 1) Nadzir Peorangan telah melaksanakan
wewenangnya dalam mengelola tanah wakaf berdasarkan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 13 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2006 Pasal 9 ayat 4. 2) Berdasarkan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004
dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 yayasan Abdurrahman Saleh
tidak memiliki wewenang atas tanah wakaf tersebut. Karena tanah wakaf
tersebut diserahkan kepada nadzir untuk dikelola berdasarkan tujuannya
sebagaimana tercantum dalam Akta Ikrar Wakaf. 3) Ketidaktahuan
wewenangnya sebagai nadzir dan ketua yayasan yang disebabkan kurangnya
sosialisasi mengenai regulasi yang mengatur, tidak adanya pembinaan dari
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia untuk nadzir. Dari kedua penyebab tersebut
yang menjadikan faktor adanya nadzir perselisihan antara nadzir dan yayasan
dalam bertindak.