Abstract:
Penelitian ini bertujuan mencari jawaban atas permasalaahan pokok yaitu
1. Untuk mengetahui isi perjanjian di pegadaian syariah kota Pontianak. 2. Untuk
mengetahui apakah isi perjanjian gadai syariah sesuai dengan Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Jenis penelitian ini tergolong penelitian kombinasi yaitu penelitian
normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif digunakan untuk
menganalisis dokumen perjanjian antara PT. Pegadaian Syariah dengan nasabah
penelitian normatif mencakup sifat dan ruang lingkup disiplin hukum. Sedangkan
penelitian empiris digunakan untuk menganalisis data-data faktual yang terdapat
di lapangan terkait dengan transaksi antara PT.Pegadaian Syariah dan Nasabah
yang menggadaikan barang jaminannya. Data-data yang berkaitan dengan
transaksi PT Pegadaian Syariah Kota Pontianak. Kemudian di analisis untuk
melihat bagaimana praktik yang terjadi di lapangan guna mendapatkan data yang
faktual.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Analisis Klausula
Perjanjian Gadai Di perjanjian PT.Pegadaian Syariah Kota Pontianak Persepktif
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia maka peneliti menarik
kesimpulan, 1. Isi klausul perjanjian PT. Pegadaian Syariah Kota Pontianak antara
Nasabah yang bernama (SBR) surat bukti rahn. Dalam hal ini klausul perjanjian
PT. pegadaian Syariah Kota Pontianak tersebut menggunakan akad rahn (gadai).
Yang mana hal ini nasabah bertindak sebagai rahin (orang yang memberikan
jaminan) dan pegadaian bertindak sebagai al murtahin (orang yang menerima
barang jaminan). Didalam perjanjian pegadaian syariah ada 16 perjanjian yang di
sah kan oleh pihak pegadaian untuk semua nasabah yang ingin melakukan
transaksi gadai 2. Dasar penyusunan klausul perjanjian PT. Pegadaian Syariah
antara Nasabah sudah diterapkan prinsip perspektif fatwa DSN-MUI yakni fatwa
No 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn dan fatwa No 26/DSN-MUI/III/2002
tentang rahn emas. Yakni sudah benar sesuai dengan koridor Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia fatwa No 25/DSN-MUI/III/2002
tentang rahn dan fatwa No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas. Akan tetapi
ada bebarapa ketantuan fatwa No 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn ketentuan
yang tidak disebutkan nomor 2 nomor 4 nomor 5 poin A. dan fatwa No 26/DSN-
MUI/III/2002 tentang rahn emas nomor 3 dan 4 di dalam perjanjian yang dibuat
pegadaian syariah akan tetapi pegadaian mengikuti perspektif fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.