Abstract:
Di tahun-tahun terakhir ini, kata tasamuh (toleransi) relatif menjauh dari
kehidupan sosial politik umat Islam Indonesia. Kasus al-Ma‘idah:51 yang
ditengarai sebagai ―Penistaan Agama‖ mengakibatkan demonstrasi terbesar
dalam sejarah. Jutaan umat Islam berkumpul di Monas, meneriakkan ―Bela
Ulama‖, ―Bela al-Qur‘an‖dalam Gerakan 212. Peristiwa monumental ini
kemudian berkelindan dengan fenomena Politik Identitas pada Pilgub DKI
dan Pilpres 2019. Karena itu, tidaklah mengherankan jika kemudian muncul
penilaian bahwa hubungan antara umat beragama di Indonesia menjadi
fragile, mudah retak dan pecah. Toleransi terancam. Terlebih lagi ketika kata
―radikalisme diekspose berlebihan dan tertuju kepada umat Islam.
Ekspose yang berlebihan dapat memantik militansi dan rigiditas yang secara
alamiah akan bergerak menjauh dari obyektifitas berpikir dan karakter
dinamis pemahaman keberagamaan. Oleh karena itu, menghadirkan
gambaran tentang bagaimana Toleransi Beragama yang dijalankan Nabi
Muhammad dalam pengalaman hidupnya di era Mekah dan Madinah
diharapkan dapat menyumbangkan sedikit solusi terhadap permasalahan ini.
Hadis yang dinarasikan oleh Ibnu Abbas: Agama bagaimana yang dicintai
Allah ? Beliau bersabda: (agama) yang lurus dan toleransi (tasamuh). (HR.
Imam Ahmad: 2107, 22291; Imam Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad: 287).
Status hadis sahih li ghairihi.