MAKNA MUSYA<WARAH DALAM AL-QURAN

Show simple item record

dc.contributor.advisor Sayadi, Wajidi
dc.contributor.advisor Buhori
dc.contributor.author MUTIATUN
dc.date.accessioned 2022-06-21T09:32:42Z
dc.date.available 2022-06-21T09:32:42Z
dc.date.issued 2020-10-21
dc.identifier.uri https://digilib.iainptk.ac.id/xmlui/handle/123456789/778
dc.description.abstract Syura pada masa Nabi Muhammad mulanya hanya berarti konsultasi dan tidak mengikat sang pemimpin untuk melakukan hasil konsultasi. Syura dapat dijadikan landasan bagi sebagian kalangan dalam menjadikannya sebagai padanan dari pemerintahan demokratis, representatif atau pemerintahan republik, dan lainnya. Walau demikian, penerimaan atas syura sebagai padanan dari demokrasi bukan tanpa syarat, namun harus dengan pengecualian bahwa rakyat memahami islam secara komprehensif. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui penafsiran HAMKA tentang musyawarah terhadap konteks peperangan, konteks masyarakat, dan konteks keluarga dalam Tafsir al-Azhar, selanjutnya penafsiran Quraish Shihab tentang musyawarah terhadap konteks peperangan, konteks masyarakat, dan konteks keluarga dalam Tafsir al-Misbah, dan terakhir, persamaan dan perbedaan penafsiran keduanya tentang Musyawarah pada konteks peperangan, konteks masyarakat, dan konteks keluarga. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber primer berupa Azhar dan Tafsir Al-Mis}bah dan sumber sekunder berupa Mu’jam al-mufahras li Alfa >z al-Qur’an Berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) HAMKA memberi keterangan bahwa dalam hal urusan agama tidak perlu adanya musyawarah, namun dalam urusan dunia seperti ekonomi, ternak, bertani, dan peperangan serta perdamaian seharusnya dimusyawarahkan. 2) Adapun penafsiran Quraish Shihab terhadap QS. Ali Imran 3: 159, beliau menerangkan salah satu yang menjadi penekanan pokok ayat ini adalah perintah melakukan musyawarah. Ini penting, karena petaka yang terjadi di uhud, didahului oleh musyawarah serta disetujui oleh mayoritas. Kendati demikian, hasilnya sebagaimana telah diketahui, adalah kegagalan. Hasil ini boleh jadi mengantar seseorang untuk berkesimpulan bahwa musyawarah tidak perlu diadakan. 3) Persamaan penafsiran antara HAMKA dan Quraish Shihab mengenai QS. Ali Imran 3: 159, keduanya sama-sama menerangkan musyawarah itu dalam urusan dunia saja, mereka memberikan contoh musyawarah yang dilakukan Nabi Muhammad ketika berperang pada peperangan Uhud. Kemudian dari segi penafsiran, keduanya menafsirkan ayat tersebut terutama mengenai musyawarah sangat panjang. Sedangkan perbedaan penafsiran di antara keduanya adalah HAMKA hanya menjelaskan bahwa musyawarah hanya boleh dilakukan dalam urusan dunia atau sosial kemasyarakatan saja bukan pada urusan agama. Sedangkan Quraish Shihab menerangkan definisi musyawarah secara jelas melalui kajian kebahasaan dan intelektualitas yang tinggi. en_US
dc.language.iso id en_US
dc.publisher IAIN PONTIANAK en_US
dc.subject Musyawarah, Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir Al-Misbah. en_US
dc.title MAKNA MUSYA<WARAH DALAM AL-QURAN en_US
dc.title.alternative Studi komparatif antara Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah en_US
dc.type Skripsi en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search


Advanced Search

Browse

My Account