Abstract:
Julkarnain (12104040). Penggunaan Uang panas Pada Transaksi Utang Piutang Di Desa Jungkat Dalam Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah. Fakultas Syariah Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, 2025.
Tujuan dari penelitian ini adalah adalah untuk mengetahui: 1) Penggunaan uang panas pada transaksi Utang Piutang di Desa Jungkat. 2) Menganalisis akad uang panas pada transaksi Utang Piutang di Desa Jungkat dalam tinjauan Hukum Ekonomi Syariah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (field reseach) dan melalui pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan meliputi data primer yaitu wawancara dengan Peminjam (Muqridh), Pemberi Pinjaman (Muqtaridh), dan tokoh agama di Desa Jungkat. Selain itu data sekunder yang digunakan meliputi buku-buku dan jurnal. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan obeservasi. Sedangkan teknik analisis data, peneliti melakukan reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Kemudian data tersebut diperiksa keabsahannya melalui triangulasi sumber dan member check.
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil penelitian mengenai penggunaan uang panas pada transaksi utang piutang di Desa Jungkat dalam tinjauan hukum ekonomi syariah, peneliti dapat menyimpulkan bahwa: 1) Penggunaan "uang panas" di Desa Jungkat merupakan bentuk utang-piutang dengan pemotongan jumlah pokok pinjaman atau sejumlah uang yang diberikan di awal transaksi, dimana pemberi pinjaman (Muqridh) akan mengurangi jumlah pinjaman yang diberikan kepada si peminjam (Muqtaridh), selanjuntya peminjam akan mengganti jumlah pinjaman tersebut secara utuh. Contohnya apabila seseorang meminjam uang 2 Juta Rupiah, ia hanya menerima 1,6 juta, karena telah dipotong 20% dari jumlah pokok ponjaman tersebut. Akan tetapi kemudian, ia harus mengembalikan uang tersebut sejumlah 2 juta rupiah. Proses peminjaman dilakukan secara lisan tanpa dokumen tertulis, sehingga berisiko menimbulkan sengketa di kemudian hari Untuk pinjaman kecil, biasanya tidak diperlukan jaminan, sedangkan pinjaman besar mensyaratkan jaminan seperti BPKB kendaraan atau Seritifikat Hak Milik (SHM) tanah dan bangunan. 2) Penggunaan "uang panas" dianggap melanggar prinsip syariah karena mengandung riba, gharar, dan ketidakadilan, bertentangan dengan Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal dan ajaran Islam (QS. Al-Baqarah: 275). Dampaknya merugikan secara finansial, spiritual, dan sosial.
Meskipun dapat dikatakan membantu dalam situasi darurat, praktik ini justru memberatkan peminjam dan berpotensi memicu konflik sosial jika terjadi gagal bayar. Sebagai saran dan solusinya dari peneliti agar praktik semacam ini beralih ke skema syariah seperti qardh hasan, murabahah, atau BMT, dengan peran pemerintah dan sosialisasi untuk mendorong pembiayaan halal. Transformasi ke sistem syariah penting untuk menghindari risiko "uang panas".