Abstract:
Arsyaf Khan (11912025), Penolakan Poligami Oleh Muslimah Dengan Alasan
Tidak Mau Berbagi Suami Perspektif MUI Kabupaten Sanggau. Fakultas Syariah
Program Studi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhshiyyah) Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Pontianak, 2025.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pandangan MUI
Kabupaten Sanggau terhadap penolakan poligami dengan alasan tidak mau berbagi
suami. 2) Untuk mengetahui implikasi dari penolakan poligami oleh Muslimah
dengan alasan tidak mau berbagi suami menurut MUI Kabupaten Sanggau.
Peneliti menggunakan jenis penelitian socio-legal dengan metode kualitatif.
Sumber data menggunakan data primer berupa wawancara dengan pengurus MUI
Kabupaten Sanggau. Sedangkan data sekunder berupa buku dan artikel yang
membahas tentang poligami dan hukum positif tentang perkawinan di Indonesia.
Teknik pengumpulan data adalah observasi dan wawancara. Dalam Teknik analisis
data, peneliti melakukan reduksi data, penyajian data, dan Kesimpulan. Kemudian
data tersebut diperiksa keabsahannya menggunakan member check.
Hasil penelitian menunjukkan 1) MUI Kabupaten Sanggau menegaskan bahwa
penolakan poligami dengan alasan tidak mau berbagi suami oleh muslimah tidak
bertentangan dengan syariat Islam maupun hukum positif. Dalam perspektif Islam,
poligami hanya diperbolehkan jika syarat keadilan dapat terpenuhi, sebagaimana
dinyatakan dalam Surah An-Nisa ayat 3 dan 129. Namun, keadilan sempurna sangat
sulit diwujudkan, sehingga perempuan memiliki hak untuk menolak poligami jika
praktik tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan atau penderitaan dalam
rumah tangga. Dalam hukum positif, Pasal 3 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 menetapkan bahwa Pengadilan, dapat memberi izin kepada
seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak
pihak yang bersangkutan. Penolakan perempuan terhadap poligami dapat dilakukan
melalui persetujuan atau keberatan yang diakui oleh hukum, sebagai bentuk
perlindungan hak istri dalam menjaga keadilan rumah tangga. 2) Penolakan
poligami oleh muslimah memiliki implikasi hukum yang signifikan dalam Islam
dan hukum positif Indonesia. Dalam hukum Islam, kaidah “La Dharar wa La
Dhirar” dan “Al-Masyaqqah Tajlibu At-Taysir” memberikan landasan bahwa
tindakan yang membahayakan atau menimbulkan kesulitan tidak boleh dibiarkan.
Jika poligami menyebabkan ketidakadilan atau kesulitan bagi istri, maka penolakan
tersebut sah menurut hukum Islam. Dalam hukum positif, Pasal 58 ayat (1) KHI
menyatakan bahwa suami yang hendak berpoligami wajib mendapatkan dari izin
istri, yang menilai apakah syarat keadilan dan kemampuan nafkah terpenuhi. Serta
diperkuat oleh Pasal 4 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang
mana poligami bisa dilakukan apabila memperoleh izin istri dan memperoleh izin
dari Pengadilan. Apabila seorang istri merasa dirugikan oleh poligami, ia dapat
mengajukan gugatan fasakh atau perceraian melalui Pengadilan Agama. Dengan
demikian, hukum Islam dan hukum positif memberikan perlindungan bagi
perempuan untuk menolak poligami demi menjaga keadilan dan kesejahteraan
rumah tangga.