Abstract:
Illal Mahwa (12012052). Komparasi Hukum Menikah Antara Muslimah dan Nonmuslim Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Indonesia Dan Women’s Charter (Amendment) Act Number 3 Of 2022 Singapura. Fakultas Syariah Program Studi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, 2024.
Pelaksanaan penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui: 1) Bagaimana ketentuan hukum yang diatur dalam UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 di Indonesia terkait perkawinan antara seorang Muslimah dan nonmuslim. 2) Bagaimana ketentuan hukum Women’s Charter (Amendment) Act No.3 of 2022 di Singapura mengatur perkawinan antara Muslimah dan nonmuslim. 3) Apa persamaan dan perbedaan prinsipal antara ketentuan UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 Indonesia dan Women’s Charter (Amandment) Act No.3 of 2022 Singapura dalam mengatur perkawinan Muslimah dan nonmuslim.
Penelitian ini membandingkan ketentuan hukum menikah antara Muslimah dan nonmuslim di Indonesia dan Singapura, dengan fokus pada perubahan UU perkawinan terbaru di kedua negara tersebut. Jenis penelitian yang peneliti digunakan yaitu jenis penelitian hukum Normatif, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan perbandingan (Comparative Approach). Sumber data primer penelitian yaitu UU No. 16 Tahun 2019 atas perubahan UU No. 1 Tahun 1974 dan Women’s Charter. Sumber data sekunder jurnal, buku-buku, dan literatur yang berkaitan dengan perkawinan beda agama dari kedua negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan di Indonesia dan Singapura memiliki perbedaan prinsipal yang signifikan. Di Indonesia, UU tidak mengakomodasi secara eksplisit sahnya perkawinan berdasarkan hukum dan kepercayaan agama sesuai dengan Pasal 2 ayat 1. Oleh karena itu, jika suatu hukum agama di Indonesia melarang perkawinan antara pemeluk agama yang berbeda, maka UU perkawinan juga menganggap perkawinan tersebut tidak sah. Hukum Islam, yang menjadi dasar bagi perkawinan Muslim, melarang perkawinan tersebut. Maka, UU perkawinan menganggap perkawinan tersebut tidak sah. Di sisi lain, negara Singapura mengatur perkawinan beda agama dalam Women’s Charter, di mana pemerintah tidak mengganggu status agama seseorang, tetapi mengharuskan warga yang melakukan perkawinan beda agama, seperti wanita Muslimah dengan pria nonmuslim, untuk melaporkan dan mendaftarkan perkawinannya secara sipil di Registry of Marriage (ROM). Indonesia, adalah perkawinan berdasarkan hukum agama, sehingga perkawinan tidak berdasarkan atau menyalahi hukum agama dianggap tidak sah mengatur perkawinan beda agama dengan prinsip yang lebih fleksibel, memungkinkan perkawinan antara Muslim dan nonmuslim dengan persyaratan tertentu. Di sisi lain, Singapura, melalui Women’s Charter, menyediakan kerangka hukum yang lebih terbuka dan inklusif, memfasilitasi perkawinan beda agama tanpa memandang agama seseorang.