Abstract:
WAHYU KURNIAWAN (11734047), Metode Muqa>ran Dalam Tafsir al-Muni>r Karya Wahbah Zuhaili (Studi atas Penafsiran pada QS. al-Baqarah [2]: 221, QS. al-Ma>'idah [5]: 6 dan QS. al-Wa>qi'ah [56]: 79). Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD), Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, 2023.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana penafsiran Wahbah Zuhaili dalam menafsirkan QS. al-Baqarah [2]: 221, QS. al-Ma>’idah [5]: 6 dan QS. al-Wa>qi’ah [56]: 79. (2) Bagaimana Metode Muqa>ran yang digunakan Wahbah Zuhaili dalam menafsirkan ayat QS. al-Baqarah [2]: 221, QS. al-Ma>’idah [5]: 6 dan QS. al-Wa>qi’ah [56]: 79.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan library research yang menggunakan pendekatan penelitian kualtitatif dengan menggunakan metode tafsir tematik (tokoh). Sumber data primer berupa tafsir al-Muni>r karya Wahbah Zuhaili. Adapun sumber data sekunder berupa buku, jurnal dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah yang peneliti tulis.
Hasil penelitian ini menyimpulkan: Penafsiran Wahbah Zuhaili terhadap QS. al-Baqarah [2]: 221, bahwa pernikahan beda agama antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik atau sebaliknya adalah terlarang, karena pasti akan terjadi pertentangan terutama pertentangan tabiat antara hati yang terisi oleh cahaya keimanan dan hati yang dipenuhi dengan kegelapan. Penafsiran QS. al-Ma>’idah [5]: 6, bahwa terdapat empat rukun wudu dan dilanjutkan dengan penjelasan tentang tata cara tayamum dan mandi junub. Penafsiran QS. al-Wa>qi’ah [56]: 79, bahwa seseorang tidak diperbolehkan menyentuh mushaf Al-Qur’an ketika dalam keadaan berhadas kecuali dalam kondisi tertentu yaitu dalam proses belajar dan mengajar. Adapun metode muqa>ran yang digunakan Wahbah Zuhaili dalam menafsirkan QS. al-Baqarah [2]: 221 antara lain yaitu mayoritas ulama menafsirkan pengertian wanita musyrik dalam pengertian yang sempit yaitu penyembah berhala, dan sebagian ulama menafsirkan pengertian wanita musyrik dalam makna yang umum meliputi wanita yahudi, majusi dan kristen (ahli kitab). Pada QS. al-Ma>’idah [5]: 6, membandingkan penafsiran Imam Syafi’i yaitu mengusap kepala hanya cukup dengan sehelai rambut, Imam Malik dan Imam Ahmad yaitu mengusap seluruh bagian kepala, Imam Abu Hanifah yaitu mengusap hanya seperempat bagian kepala. Pada QS. al-Wa>qi’ah [56]: 79 membandingkan penafsiran mayoritas ulama bahwa tidak diperbolehkan menyentuh mushaf Al-Qur’an dalam keadaan berhadas, sedangkan penafsiran ulama Malikiyyah memperbolehkan orang yang berhadas menyentuh mushaf Al-Qur’an karena kepentingan belajar dan mengajar.