Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menggali Kearifan Sosial Keberagamaan yang
telah mentradisi dalam wujud “Toleransi” etnis Deutro Melayu Kalimantan Barat
terhadap etnis Cina. Diharapkan, tradisi toleransi antar etnis ini dapat melembutkan
ethnical prejudice bahkan melerai potensi gesekan yang mengeskalasi akibat
dominasi ekonomi etnis Cina yang kemudian semakin mengkhawatirkan ketika
ranah politik nasional juga semakin vulgar. Dalam skala global, ekspansi
ekonomi“the Giant RRC” di satu sisi dan issue “the Great China Empire” juga
meningkatkan urgensi untuk memunculkan kearifan interaksi para pihak. Dengan
demikian, penelitian ini diharapkan dapat merekomendasikan kearifan yang sudah
mentradisi guna pmeredakan eskalasi ketegangan interaksi sosial politik dan agama
yang belakangan ini terpersepsikan sebagai ancaman desintegrasi nasional bahkan
global
Sumber data dalam penelitian deskriptif kualitatif ini terdiri atas entitas
etnis Deutro Melayu dan etnis Cina Teluk Pakedai. Strategi pengumpulan data yang
berbasis Purposive Sampling ini adalah dengan mempertimbangkan dua lingkar key
informan. Lingkar prtama adalah lingkar terdekat (epicentrum) dengan sumber
kearifan yang dalam penelitian ini terdiri atas lingkar terekat dari sosok Guru H.
Ismail Mundu (Deutro Melayu) dan Yayasan (Cina). Lingkar kedua adalah key
infor|man peripheral. Sebagai pembanding, key informan yang berada di luar subyek
penelitian, yakni etnis Madura juga ikut dibidik. Data yang berhasil dikumpulkan
melalui in-depth interview, observasi dan dokumentasi dianalisis dengan
menggunakan pendekatan bahasa, Sosiologi dan Anthropologi Agama. Data
tersebut kemudian diolah dalam format siklus normatif kualitatif (seleksi, reduksi
dan verifikasi) guna disajikan dalam klasifikasi tematik, sejalan dengan fokus dan
pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Berdasarkan data lapangan dapat disimpulkan bahwa karakteristik teologis
Guru H. Ismail Mundu yang ramah, terbuka dan tidak suka keributan mampu
bersimbiosis dengan karakteristik teologi etnis Cina yang relatif sama. Sedemikian
ertatnya hubungan timbal balik lintas etnis yang mewujud di Teluk Pakedai ini
sehingga ditemukan fenomea unik, yakni penghormatan dan penghargaan etnis Cina
yang Kong Hu Cu dalam bentuk memajang photo Sang Guru di tempat yang sama
dengan shrine (Phe Kong) pemujaan di rumah-rumah. Adapun potensi alamiah
konflik selalu berhasil diredam melalui “kesegeraan” dan “kesahajaan” yang
ternyata amat fungsional.