ANALISIS KEBOLEHAN FATWA DSN MUI NOMOR 77/DSNMUI/V/2010 TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI DITINJAU DARI PENDAPAT PARA ULAMA

Show simple item record

dc.contributor.advisor Rasiam, Rasiam
dc.contributor.advisor Rahmiani, Nur
dc.contributor.author Sari, Devi Sartika
dc.date.accessioned 2023-04-06T02:18:11Z
dc.date.available 2023-04-06T02:18:11Z
dc.date.issued 2022-07
dc.identifier.uri https://digilib.iainptk.ac.id/xmlui/handle/123456789/2679
dc.description.abstract Perkembangan emas dari dulu hingga kini mengalami berbagai dinamika, mulai dari harga pasar, peredaran emas, hingga persoalan hukum pada logam mulia tersebut. Secara hukum Islam, jual beli emas juga mengalami dinamika, ada yang membolehkan ada juga yang tidak membolehkan. Alasannya cukup beragam, di antaranya bagi kelompok yang membolehkan adalah karena emas tidak lagi sebagai alat transaksi kemudian pada kelompok ulama yang tidak membolehkan karena emas merupakan alat transaksi. Kedua pendapat tersebut secara fundamental telah membuat dinamika hukum terhadap kebolehan praktik jual beli emas ini. Tidak sampai di situ, dinamikanya pun berlanjut hingga kini mengingat kondisi saat ini internet menjadi satu dari sekian poin penting dalam berkehidupan, transaksi emas ini pun sekarang dengan mudah dilakukan melalui internet, dengan melalui satu gengaman kita sudah dapat bertransaksi emas. Kebolehan ini kemudian dikeluarkan oleh DSN-MUI melalui fatwa No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai yang dikeluarkan pada tanggal 3 Juni 2010, DSN-MUI menyatakan bahwa jual beli emas secara tunai itu boleh (mubah), selama emas tidak jadi alat tukar yang resmi (uang), baik melalui jual beli biasa maupun jual beli murabahah. Kebolehan transaksi jual beli emas secara tidak tunai tentu menarik untuk dikaji pada keilmuan hukum ekonomi syariah, penelitian ini merupakan hukum normatif dengan menggunakan pendekatan kepustakan yang kemudian bahan hukum primernya berupa fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010, dan bahan hukum sekundernya adalah jurnal, buku, dan beberapa dokumen hukum yang melengkapi penelitian ini. Penelitian ini bermuara pada empat imam mazhab sepakat bahwa emas termasuk ke dalam jenis barang ribawi dan dalam jual belinya diisyaratkan tunai. Kemudian, ulama Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim berpendapat bahwa, emas dan perak adalah barang (sil’ah) yang dijual dan dibeli seperti barang biasa, dan bukan lagi tsaman (harga, alat pembayaran, uang). Terakhir, fatwa DSN-MUI tentang jual beli emas secara tidak tunai dengan ulama mazhab yang membolehkkan jual beli emas secara tidak tunai, yaitu pendapat Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim dengan ketentuan emas sudah tidak lagi menjadi alat tukar atau penundaan pelunasan diperbolehkan dalam konteks pembayaran jasa pembuatannya. en_US
dc.language.iso id en_US
dc.publisher IAIN Pontianak en_US
dc.subject Emas en_US
dc.subject Tidak Tunai en_US
dc.subject Ulama en_US
dc.subject Fatwa DSN-MUI en_US
dc.title ANALISIS KEBOLEHAN FATWA DSN MUI NOMOR 77/DSNMUI/V/2010 TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI DITINJAU DARI PENDAPAT PARA ULAMA en_US
dc.type Skripsi en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search


Advanced Search

Browse

My Account