Abstract:
Sejak jejak tasawuf Hasan Al-Basri (raja generasi ta
bi’in) yang sebelumnya telah dicetuskan oleh sang maha guru
AL-JAM'U (Keragaman Relativisme Menuju Kesatuan Absolutisme)
iii
besar, Nabi Muhammad Habibullah SAW. Diikuti oleh insan
yang paling terdepan dalam dunia batin tasawuf, sahabat Ali
bin Abi Thalib. Para sufi yang semasa dengan beliau, sahabat
Abu Hurairah, Abu Dzar Al-Ghifari, Abu Darda’, Jabir, dan lain
lain. Sufi, mereka tinggal di serambi masjid (shuffatul masjid)
Nabawi di Madinah. Jangan salah kira, mereka bukan orang
orang miskin seperti yang dituduhkan oleh Golziher (orientalis
barat yang mengaku ahli hadis). Mereka adalah orang-orang
yang mengabdi kepada Allah dan Rasulullah. Ilmu yang mere
ka cari, bukan dengan cara hidup meminta-minta. Sebab, per
soalan mencari harta, mereka sudah “tamat.”
Distorsi (penyimpangan tulisan sejarah) tentang ta
sawuf, akan selalu digadang dan dirancang oleh oknum anti
tasawuf dalam sepanjang dunia ini bersejarah. Namun, setiap
ada yang ingin merobohkan bangunan tasawuf, Allah tampil
kan “singa-singa tasawuf” dengan kalam dan qalam (bicara dan
pena). Mulai dari kitab Risalah Al-Qusyairiyah sampai Risalah
Az-Zahraniyah. Mulai dari arus pemikiran (mainstream) blok
timur seperti Abu Yazid Al-Bistami, sampai ke ujung blok barat
oleh Jalaluddin Ar-Rumi. Tesa dan anti tesa, dan corak yang
berani melawan arus pemikiran Al-Ghazali. Anti mainstream
Ghazalian, justru terbit dari Nusantara, Syekh Siti Jenar, Abdul
Hamid Abu Lung, Datuk Sanggul, Abdus Shamad Al-Palimba
ni. Sebelumnya, telah digagas oleh Putera Nusantara, Hamzah
Pansuri (Aceh) dan murid-murid, Syamsuddin As-Sumaterani,
Abdur Rauf As-Singkili, Burhanuddin Ulakan Padang Pariaman,
hingga melahirkan mudawali-mudawali saat milenium ketiga
ini (2000-3000).