Abstract:
Sejauh ini, kita banyak disibukkan hal-hal yang bersifat hilir
dalam pendidikan ketimbang wilayah hulu. Sebagai ilustrasi, ketika
terjadi perubahan kurikulum karena pergantian menteri, banyak praktisi
dan pakar pendidikan merasa kebingungan dan cenderung menolak.
Terma yang sering kali kita dengar, “Ganti Menteri Ganti Kurikulum”.
Ungkapan ini sebenarnya cermin dari fokus kita yang cenderung “ngurusi”
wilayah hilir pendidikan. Padahal, kalau berbicara dari aspek hulu,
pergantian kurikulum memang sudah seharusnya dilakukan setiap saat.
Kurikulum yang sudah terdokumentasikan cenderung kuno dan obsolete.
Bukankah secara filosofis keberadaan kurikulum untuk memanusiakan
setiap individu peseta didik dengan memaksimalkan setiap potensi
yang dimiliki? Bukankah kita ingat adanya individual difefernces dalam
pendidikan, berarti setiap orang hebat, unik dan istimewa di bidangnya
masing-masing. Tugas pendidikan adalah menghargai keunikan
tersebut dengan cara memberikan perlakuan sesuai dengan kebutuhan
tiap individu. Konsekuensi dari pandangan ini adalah “tiap individu
mempunyai kurikulum sendiri”. Dengan pemahaman ini, meskipun satu
angkatan dalam sebuah lembaga pendidikan, jumlah “kurikulum” sama
dengan jumlah peserta didik itu sendiri. Apalagi berbeda tahun ajaran.
Maka, mereka seharusnya mendapatkan kurikulum sendiri. Pandangan
ini adalah merujuk pada aspek hulu dalam pendidikan. karena itu,
pergantian sebuah kurikulum adalah sebuah keniscayaan.