dc.description.abstract |
MODERASI beragama merupakan salah satu gagasan keIslaman yang
muncul di Indonesia sekitar satu dekade ini, namun terus menguat,
serta menjadi kebijakan Kementerian Agama. Apa sebenarnya moderasi
beragama itu? Moderasi artinya adalah proses berpola pikir, bersikap
dan berperilaku moderat. Makna moderat secara leksikal adalah selalu
menghindarkan diri dari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem; atau
berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah (KBBI, 1987: 589).
Dalam Bahasa Arab, moderasi ini sepadan dengan wasathiyah, yakni
kata yang berasal dari bentuk dasar wasatha, yasithu, sithah. Bentuk dasar
kata “wasathiyah” tadi disebutkan dalam Al- Qur‘an baik dalam bentuk
ism (kata benda), fi’il (kata kerja), maupun sifat. Allah berfirman: “Dan
demikian pula Kami menjadikan kamu (umat Islam) ‘umat pertengahan’ agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Qs. Al-Baqarah: 143). Juga firman
Allah: “Peliharalah semua shalat dan shalat “wustha”. Dan laksanakanlah
(shalat) karena Allah dengan khusuk.” (Qs. Al-Baqarah: 238). Juga firman
Allah: “Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, ‘Bukankah
aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada
Tuhanmu).” (Qs. Al-Qalam: 28). Juga firman Allah: “Lalu menyerbu ke
tengah-tengah kumpulan musuh.” (Qs. Al-Adiyat: 5). Seluruh ayat Al
Qur’an yang dikutip terjemahannya di atas menunjukkan bahwa arti
kata dasar wasatha, yasithu, sithah, adalah jalan, posisi dan sikap tengah
atau pertengahan, karena hal itu adalah yang paling bijak. Dengan
kata lain, kata dimaksud sepadan dengan makna kata moderat. Dalam
kamus lafadz Al-Qur’an yang diterbitkan oleh asosiasi bahasa Arab di
Kairo, makna wasatha, yasithu, sithah adalah antara dua posisi, semisal
dikatakan bahwa kita ada di tengah jalan, atau di tengah kaum. Kata
benda hiperboliknya, yakni ism tafdlilnya adalah al-awsath, yang berarti
seimbang, sederhana dan jauh dari berlebihan dalam kebaikan maupun
keburukan. Sedang bentuk kata muannatsnya adalah al-wustha (Yusuf
Qaradlawi, Fiqh al- Wasathiyah, 33). |
en_US |