dc.description.abstract |
Bagaimanakah evolusi terminologi dan diskursus terorisme global dalam sejarah latar belakangnya serta mengapa kemudian berkembang dan identik dengan Islam?; Bagaimanakah bentuk diskursus terorisme global yang cenderung selalu melibatkan Islam? Apakah berbentuk monolitik? Adakah diskursus lain yang menjadi antithesis dari mainstream?; Bagaimanakah masyarakat Muslim merespon diskursus global terorisme yang mendiskreditkan mereka? Adakah hubungan evolutif antara diskursus terorisme modern di tengah masyarakat Muslim dengan latar belakang sejarah diskursus sebelumnya?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, peneliti menghimpun, menyeleksi dan melakukan kategorisasi serta klasifikasi teks-teks sebelum masa runtuhnya kekhilafahan Utsmani atau sebelum abad 20 (klasik); dan buku-buku, artikel, jurnal atau makalah online era setelahnya (modern). Teks-teks tersebut kemudian dianalisis dengan metode Critical Discourse Analysis. Hasil analisis diposisikan sebagai draft yang diuji, dimatangkan dan didalamkan melalui metode
FGD (Focused Group Discussion) yang tidak hanya melibatkan mereka yang concern terhadap issue Islamic Terrorism namun juga mereka yang dikategorikan sebagai fundamentalist dan radicalist.
Hasil analisa dan pengolahan data berupa konstruk, konsep dan perspektif tentang Islamic Terrorism kemudian didisplay dalam format 5 (lima) bab, yakni: Deskripsi tentang latar belakang, perumusan masalah dan metode penelitian; Diskursus kesejarahan terminologi Terorisme Islam; Pengaruh Diskursus Global Terorisme Islam; Konsep Terorisme (hira>bah) dalam Diskursus Dunia Islam Klasik.
Meski bernuansa simplifikasi, Islamic Terrorism merupakan terma yang secara historis berevolusi, bergerak dan berubah namun mengarah pada kecenderungan ambiguitas. Mula pertama dalam tradisi Barat (abad 18), ia dideklarasikan sebagai kebijakan intimidatif pemerintahan revolutionary Perancis (Maximilien Robespierre) untuk mengatasi ancaman gerakan-gerakan yang menginginkan restorasi kekuasaan raja terguling. Se abad kemudian (1870-an), sekelompok masyarakat menamakan diri mereka sebagai teroris dalam memperjuangkan kemerdekaan. 10 tahun kemudian (1880) di Jerman, Johann Most menulis buku berjudul “Advice for Terrorist.” Dengan kata lain. Terma terorisme bergeser dari instrument kebijakan yang digunakan oleh penguasa menjadi instrumen perjuangan arus bawah.
Cikal bakal terorisme modern sulit dipisahkan dari sejarah pembentukan pseudo-nation states di Timur Tengah dan Central Asia pasca PD I yang pada dasarnya merupakan zonasi dominasi kampiun PD I. Akibat langsung dari ketergesaan pembentukan pemerintahan di Negara-negara ini menghasilkan ketegangan dan kekisruhan antar kelompok-kelompok etno-religius yang tak kunjung usai sampai hari ini (Sunni-Syiah, Muslim-Yahudi, Muslim-Hindu, dll). Aksi kekerasan dan teror yang menjadi metode kejuangan arus bawah ini kemudian melebar dan menyebar ke tempat dan pihak yang dipandang berkaitan atau mendukung pihak lawan.
Uniknya, dalam diskursus Islam klasik dikenal terma “hira>bah” yang mengandung makna teror dan kekerasan yang serupa. Akan tetapi, the ruling elites pada saat itu memasukkan pelaku aksi “hira>bah” ini ke dalam kategori Criminal Law biasa. |
en_US |