Abstract:
Syaihul Aripin (12004050), Konstruksi Akad Mudharabah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dalam usaha bersama antara Pemodal dan Pekerja Ambai di Desa Tanjung Saleh, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak 2024.
Skripsi ini merupakan hasil penelusuran akad bagi hasil antara pemilik ambai dan pekerja ambai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk medeskripsikan dan mengetahui secara faktual tentang. 1) Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis bagaimana cara pemodal dan pekerja mengadakan perjanjian usaha ambai di Desa Tanjung Saleh. 2) Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis bagaimana isi perjanjian dalam usaha ambai antara pemodal dan pekerja di Desa Tanjung Saleh. 3) Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis bagaimana konstruksi akad mudharabah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada ambai.
Dengan sumber data dalam penelitian ini adalah pemilik ambai dan pekerja ambai. Maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, sumber data yang digunakan meliputi data primer yang diproleh melalui wawancara dengan pemilik ambai dan pekerja ambai serta observasi langsung di lokasi sedangkan data skunder diproleh dari studi pustaka
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Cara pemodal dan pekerja ambai di Desa Tanjung Saleh melakukan perjanjian bagi hasil ambai didasarkan terhadap suka rela dalam melakukan penangkapan udang selama dalam proses usaha bagi hasil tidak boleh ada perselisihan antara keduanya dan mesti adanya kekompakan antara pemodal dan pekerja ambai. Dalam perjanjian bagi hasil antara pemodal dan pengelola menggunakan akad lisan. Dengan perjanjian lisan, maka akad itu sah karena menunjukkan lafal yang menunjukkan makna terhadap arti akad mudharabah. Dalam akad, karena yang di jadikan rujukan adalah makna (bukan lafal), Dan perjanjian nya ditetapkan diawal agar tidak ada perselisihan di kemudian hari mengenai bagi hasil. 2) Perjanjian bagi hasil akan berlaku tanpa batasan waktu tertentu, namun akan berakhir jika terjadi salah satu pihak meninggal dunia, salah satu pihak mengundurkan diri dari usaha bagi hasil ambai, dan adaya perbuatan melawan hukum dari satu pihak maka akad bagi hasil ambai akan berahir. Ini memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada kedua belah pihak mengenai kondisi di mana perjanjian tersebut dapat diakhiri. Dan apabila bila ada kerusakan barang atau ambai selama bukan kelalaian mudharib maka pemodal ambai yang menanggung biaya kerusakan tersebut. 3) Tidak semua pasal yang ada di dalam KHES itu diterapkan dalam akad usaha ambai hususnya di pasal 233, namun ada sebagian besar yang sudah diterapkan